Pages

  • Replace This Text With Your Featured Post 1 Description.
  • Replace This Text With Your Featured Post 2 Description.
  • Replace This Text With Your Featured Post 3 Description.
  • Replace This Text With Your Featured Post 4 Description.

Selasa, 18 Oktober 2011

askep klien dengan obstruksi usus besar

BAB I
PENDAHULUAN

1.    Latar Belakang
Penyakit pencernaan adalah semua penyakit yang terjadi pada saluran pencernaan. Penyakit ini merupakan golongan besar dari penyakit pada organ esofagus, lambung, duodenum bagian pertama, kedua dan ketiga, jejunum, ileum, kolon, kolon sigmoid, dan rektum. Obstruksi usus Besar atau intestinal mayor merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering dijumpai, merupakan 60-70% dari seluruh kasus akut abdomen yang bukan appendicitis akuta. Angka kematian keseluruhan untuk obstruksi usus halus kira-kira 10 % Angka kematian untuk obstruksi non strangulata adalah 5-8 %, sedangkan pada obstruksi strangulata telah dilaporkan 20-75 % Angka mortalitas untuk obstruksi kolon kira-kira 20 %
Penyebab yang paling sering dari obstruksi ileus adalah adhesi/streng, sedangkan diketahui bahwa operasi abdominalis dan operasi obstetri-ginekologik makin sering dilaksanakan yang terutama didukung oleh kemajuan di bidang diagnostik kelainan abdominalis. Gawat perut dapat disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa inflamasi, dan penyulitnya, ileus obstruktif, iskemik, dan perdarahan.
Sebagian kelainan dapat disebabkan oleh cedera langsung atau tidak langsung yang mengakibatkan perforasi saluran cerna atau perdarahan. Ada 3 hal yang tetap menarik untuk diketahui/diselidiki tentang obstruksi ileus, ialah :
1.     Makin meningkatnya keterdapatan obstruksi ileus.
2.     Diagnosa obstruksi ileus sebenarnya mudah dan bersifat universil; tetapi untuk mengetahui proses patologik yang sebenarnya di dalam rongga abdomen tetapmerupakan hal yang sulit.
3.     Bahaya strangulasi yang amat ditakuti sering tidak disertai gambaran klinikkhas yang dapat mendukungnya.
Untuk dapat melaksanakan penanggulangan penderita obstruksi ileus dengan cara yang sebaik-baiknya, diperlukan konsultasi antara disiplin yang bekerja dalam satu tim dengan tujuan untuk mencapai 4 keuntungan :
1.     Bila penderita harus dioperasi, maka operasi dijalankan pada saat keadaan umum penderita optimal.
2.     Dapat mencegah strangulasi yang terlambat.
3.     Mencegah laparotomi negatif.
4.     Penderita mendapat tindakan operatif yang sesuai dengan penyebab obstruksinya

2.     Tujuan
·       Tujuan Umum
Yaitu, agar Mahasiswa/i memahami tentang “ Obstruksi Usus Besar “
·                           Tujuan Khusus
Yaitu, agar Mahasiswa/i mengetahui dan memahami tentang :
    1. Definisi Obstruksi Usus Besar
2. Anatomi Fisiologi
3. Etiologi
4. Tanda dan Gejala
5. Patofisiologi
6. Penatalaksanaan Medis
7. Pengobatan
8. Asuhan Keperawatan.

3.     Metode Penulisan
Metode yang penulis gunakan dalam penyusunan makalah ilmiah ini adalah metode narasi yang dilakukan dengan cara :
Studi kepustakaan, yaitu dengan mempelajari buku sumber catatatan kuliah dan makalah yang berhubungan dengan judul makalah ilmiah yang dibahas.

4.     Ruang Lingkup
Dalam penyusunan makalah ini, penulis membatasi topik pada materi Obstruksi Usus Besar, pembahasan mengenai :
1.         Definisi Obstruksi Usus Besar
2.         Anatomi Fisiologi
3.         Etiologi
4.         Tanda dan Gejala
5.         Patofisiologi
6.         Penatalaksanaan Medis
7.         Pengobatan
8.         Asuhan Keperawatan

5.   Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ilmiah tentang materi Obstruksi Usus Besar ini terdiri dari 3 BAB, masing-masing BAB terdiri dari sub-sub bahasan yaitu :
1.         BAB I Pendahuluan
Terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, ruang lingkup penulisan dan sistematika penulisan.

2.         BAB II Pembahasan
Terdiri dari definisi, anatomi fisiologi, etiologi, tanda dan gejala, patofisiologi, penatalaksanaan medis, pengobatan, asuhan keperawatan.
3.         BAB III Penutup
Terdiri dari kesimpulan, saran dan daftar pustaka.





















BAB II
TINJAUAN TEORI

A.  Definisi
Menurut Nettina, 2001 Obstruksi usus besar adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus intestinal. Dan menurut Reeves, 2001 Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran isi usus ke depan tetapi peristaltiknya normal. Sedangkan menurut Tucker, 1998 Obstruksi merupakan suatu blok saluran usus yang menghambat pasase cairan, flatus dan makanan dapat secara mekanis atau fungsional. Obstrusi usus besar juga terjadi bila sumbatan mencegah aliran normal dari isi usus melaui saluran usus. Aliran ini dapat terjadi karena dua tipe proses :
a.      Mekanis
Terjadi obstruksi intramural atau obstruksi mural dari tekanan dinding usus. Contoh kondisi ini dapat menyebabkan obstruksi mekanis adalah intususpensi, tumor poliploid dan neoplasma, stenosis, striktur, perlengketan hernia dan abses.

b.     Fungsional
Muskulatur usus tidak mampu mendorong isi sepanjang usus. Contohnya adalah amiloidoisis, distrofi otot, gangguan endokrin seperti diabetes militus, atau penyakit gangguan neurologis seperti parkinson. Ini dapat juga bersifat sementara sebagai akibat dari penanganan usus selama pembedahan.
Obstruksi ini dapat bersifat parsial atau komplet. Keparahannya tergantung pada daerah usus yang terkena, derajat dimana lumen tersumbat dan khususnya derajat dimana dimana sirkulasi darah dalam dinding usus terganggu. Kebanyakan obstruksi usus (85%) terjadi dalam usus halus. Perlekatan paling umum menyebabkan obstruksi usus halus (insidens sebanyak 60%), diikuti dengan hernia dan neoplasma. Penyebab lain mencakup intususepsi, volvulus (pemutaran usus) dan ileus paralitik. Kira-kira 15% obstruksi usus  terjadi usus besar, dan kebanyakan ditemui disigmoid. Penyebab paling umum adalah karsinoma divertikulitis, gangguan usus inflamasi, dan tumor ganas.
Obstruksi usus terjadi akibat penyumbatan baik sebagian atau keseluruhan usus. Obstruksi dapat disebabkan oleh Ileus-kondisi ketika usus tidak berfungsi secara normal. Pemicunya adalah gangguan “mekanis” diusus. Gangguan mekanis usus, dipicu oleh beberapa faktor :
1.     Hernia
2.     Tinja
3.     Empedu
4.     Tumor di usus
5.     Jaringan yang tidak normal

Jenis-Jenis Obstruksi Usus Besar:
1.     Obstruksi Paralitik ( Ileus paralitik )
      Peristaltik usus dihambat sebagian akibat pengaruh toksin atau trauma yang mempengaruhi control otonom pergerakan usus. Peristaltic tidak efektif, suplai darah tidak terganggu dan kondisi tersebut hilang secara spontan setelah 2 sampai 3 hari.

2.     Obstruksi Mekanik
         Terdapat obstruksi intralumen atau obstruksi mural oleh tekanan ekstrinsik. Obstruksi mekanik dgolongkan sebagai obstruksi mekanik simpleks (satu tempat obstruksi) dan obstruksi lengkung tertutup (paling sedikit 2 obstruksi). Karena lengkung tertutup tidak dapat didekompresi, tekanan intralumen meningkat dengan cepat, mengakibatkan penekanan pembuluh darah, iskemia dan infark (strangulasi). Sehingga menimbulkan obstruksi strangulate yang disebabkan obstruksi mekanik yang berkepanjangan. Obstruksi ini tidak mengganggu suplai darah,menyebabkan gangrene dinding usus.

B.    Anatomi Fisiologi
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal  (mulai dari mulut sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.


Gambar 1: Sistem Pencernaan (www.google.com)
a.         Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang keledai.
Lambung terdiri dari 3 bagian yaitu
1.         Kardia.
2.         Fundus.
3.         Antrum.
Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan.
Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim.
Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting :
1.     Enzim
Enzim melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung. Setiap kelainan pada lapisan enzim ini, bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah kepada terbentuknya tukak lambung.

2.     Asam klorida (HCl)
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.




3.     Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)

Gambar
2 : Anatomi Lambung (www.google.com)

b.          Usus Halus
Usus halus  adalah  bagian dari  saluran pencernaan yang terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan enzim (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak.
Lapisan usus halus ; lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar (M sirkuler), lapisan otot memanjang (M Longitudinal) dan lapisan serosa (Sebelah Luar).
Gambar 3 : Antomi Usus (www.google.com)

Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).

1. Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halusyang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong(jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz.
Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang berarti dua belas jari.
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.

2. Usus Kosong (jejenum)
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.
Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologisdapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara makroskopis.
Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti "lapar" dalam bahasa Inggris modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Laton, jejunus, yang berarti "kosong".
3. Usus penyerapan (ileum)
Usus penyerapan (bahasa Inggris: ileum) adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.

c.         Usus Besar (Kolon)
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.
Usus besar terdiri dari :
a.         Kolon asendens (kanan)
b.         Kolon transversum
c.         Kolon desendens (kiri)
d.         Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.
Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.

d.   Umbai Cacing (Appendix)
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu.Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi rongga abdomen).




Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam bahasa Inggris, vermiform appendix (atau hanya appendix) adalah hujung buntu tabung yang menyambung dengan caecum.
Gambar 4 : appendicities (www.google.com)

Appendix  terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang dewasa, Umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm. Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda - bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak diperitoneum.
Banyak orang percaya umbai cacing tidak berguna dan organ vestigial (sisihan), sebagian yang lain percaya bahwa apendiks mempunyai fungsi dalamsistem limfatik.
Operasi membuang umbai cacing dikenal sebagai appendektomi.

e.         Rektum dan anus
Rektum (Bahasa Latin: regere, "meluruskan, mengatur") adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem sarafyang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasidan pengerasan feses akan terjadi.
Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh ototsphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar - BAB), yang merupakan fungsi utama anus.

Gambar 5 : Anatomi Rektum & Anus
C.    Etiologi
1.     Perlengketan
 Lengkung usus menjadi melekat pada area yang sembuh secara lambat setelah pembedahan abdomen. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa tahapan pertama terjadinya perlengketan adalah karena adanya proses eksudasi fibrin melewati kapiler mesenterik yang permeabilitasnya meningkat. Maksudnya setelah proses penyembuhan, tubuh bereaksi dengan mengeluarkan fibrin dari pembuluh-pembuluh darah perut dimana pembuluh-pembuluh ini berubah sifatnya menjadi lebih mudah mengeluarkan fibrin. Fibrin inilah "oknum" yang akhirnya menyebabkan perlengketan usus.
Gambar 6 : perlengketan (www.google.com)

2. Intusepsi
Salah satu bagian dari usus menyusup kedalam bagian lain yang ada dibawahnya akibat penyempitan lumen usus. Segmen usus tertarik kedalam segmen berikutnya oleh gerakan peristaltik yang memperlakukan segmen itu seperti usus. Paling sering terjadi pada anaka-anak dimana kelenjar limfe mendorong dinding ileum kedalam dan terpijat disepanjang bagian usus tersebut (ileocaecal) lewat coecum kedalam usus besar (colon) dan bahkan sampai sejauh rectum dan anus.

3. Volvulus
 Usus besar yang mempunyai mesocolon dapat terpuntir sendiri dengan demikian menimbulkan penyumbatan dengan menutupnya gelungan usus yang terjadi amat distensi. Keadaan ini dapat juga terjadi pada usus halus yang terputar pada mesentriumnya
Gambar 7 : volvulus (www.google.com)
4.         Hernia : Protrusi usus melalui area yang lemah dalam usus atau dinding dan otot abdomen.
 
Gambar 8 : hernia (www.google.com)


5. Tumor
 Tumor yang ada dalam dinding usus meluas kelumen usus atau tumor diluar usus menyebabkan tekanan pada dinding usus.
Gambar 9 : tumor (www.google.com)

D. Tanda dan Gejala
1. Obstruksi Usus Halus
Gejala awal biasanya berupa nyeri abdomen bagian tengah seperti kram yang cenderung bertambah berat sejalan dengan beratnya obstruksi dan bersifat hilang timbul. Pasien dapat mengeluarkan darah dan mukus, tetapi bukan materi fekal dan tidak terdapat flatus.
Pada obstruksi komplet, gelombang peristaltik pada awalnya menjadi sangat keras dan akhirnya berbalik arah dan isi usus terdorong kedepan mulut. Apabila obstruksi terjadi pada ileum maka muntah fekal dapat terjadi. Semakin kebawah obstruksi di area gastriuntestinalyang terjadi, semakin jelas adaanya distensi abdomen. Jika berlaanjut terus dan tidak diatasi maka akan terjadi syok hipovolemia akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.


2. Obstruksi Usus Besar
Nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama dengan obstruksi pada usus halus tetapi intensitasnya jauh lebih rendah. Muntah muncul terakhir terutama bila katup ileosekal kompeten. Pada pasien dengan obstruksi disigmoid dan rectum, konstipasi dapat menjadi gejala satu-satunya selama beberapa hari. Akhirnya abdomen menjadi sangat distensi, loop dari usus besar menjadi dapat dilihat dari luar melalui dinding abdomen, dan pasien menderita kram akibat nyeri abdomen bawah. Gejalanya : kembung, mual dan muntah.

E. Patofisiologi
Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa memandang apakah obtruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau fungsional. Perbedaan utamanya pada obstruksi paralitik dimana peristaltik dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanis peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya hilang.
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dana gas (70 % dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intra lumen, yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen usus ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan disekresi kedalam saluran cerna setiap hari, tidak adanya absorbsi dapat mengakibatkan penimbunan intra lumen yang cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan cairan dan elektrolit adalah penciutan ruang cairan ekstra sel yang mengakibatkan hemokonsentrasi, hipovolemia, insufisiensi ginjal, syok-hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan, asidosis metabolik dan kematian bila tidak dikoreksi.
Peregangan usus yang terus menerus menyebabkan lingkaran setan penurunan absorbsi cairan dan peningkatan sekresi cairan kedalam usus. Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorbsi toksin-toksin/bakteri kedalam rongga peritonium dan sirkulasi sistemik. Pengaruh sistemik dari distensi yang mencolok adalah elevasi diafragma dengan akibat terbatasnya ventilasi dan berikutnya timbul atelektasis. Aliran balik vena melalui vena kava inferior juga dapat terganggu. Segera setelah terjadinya gangguan aliran balik vena yang nyata, usus menjadi sangat terbendung, dan darah mulai menyusup kedalam lumen usus. Darah yang hilang dapat mencapai kadar yang cukup berarti bila segmen usus yang terlibat cukup panjang.
Gambar 10 : bagan patofisiologi obstruksi usus besar


6.   Penatalaksanaan Medis
Dasar pengobatan obstruksi usus adalah koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit, menghilangkan peregangan dan muntah dengan intubasi dan kompresi, memperbaiki peritonitis dan syok bila ada, serta menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.
1.         Obstruksi Usus Halus
Dekompresi pada usus melalui selang usus halus atau nasogastrik bermamfaat dalam mayoritas kasus obstruksi usus halus.Apabila usus tersumbat secara lengkap, maka strangulasi yang terjadi memerlukan tindakan pembedahan, sebelum pembedahan, terapi intra vena diperlukan untuk mengganti kehilangan cairan dan elektrolit (natrium, klorida dan kalium).
Tindakan pembedahan terhadap obstruksi usus halus tergantung penyebab obstruksi. Penyebab paling umum dari obstruksi seperti hernia dan perlengketan. Tindakan pembedahannya adalah herniotomi.

2.         Obstruksi Usus Besar
Apabila obstruksi relatif tinggi dalam kolon, kolonoskopi dapat dilakukan untuk membuka lilitan dan dekompresi usus. Sekostomi, pembukaan secara bedah yang dibuat pasa sekum, dapat dilakukan pada pasien yang Apabila obstruksi relatif tinggi dalam kolon, kolonoskopi dapat dilakukan untuk membuka lilitan dan dekompresi usus. Sekostomi berisiko buruk terhadap pembedahan dan sangat memerlukan pengangkatan obstruksi. Tindakan lain yang biasa dilakukan adalah reseksi bedah utntuk mengangkat lesi penyebab obstruksi. Kolostomi sementara dan permanen mungkin diperlukan.


3.         Pemeriksaan Penunjang
a.         Sinar x abdomen menunjukkan gas atau cairan di dalam usus
b.         Barium enema menunjukkan kolon yang terdistensi, berisi udara atau lipatan sigmoid yang tertutup.
c.         Penurunan kadar serum natrium, kalium dan klorida akibat muntah; peningkatan hitung SDP dengan nekrosis, strangulasi atau peritonitis dan peningkatan kadar serum amilase karena iritasi pankreas oleh lipatan usus.
d.         Arteri gas darah dapat mengindikasikan asidosis atau alkalosis metabolik.
e.         Koreksi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit :
f.          Terapi Na+, K+, komponen darah
g.         Ringer laktat untuk mengoreksi kekurangan cairan interstisial
h.         Dekstrosa dan air untuk memperbaiki kekurangan cairan intraseluler
i.          Dekompresi selang nasoenteral yang panjang dari proksimal usus ke area penyumbatan; selang dapat dimasukkan dengan lebih efektif dengan pasien berbaring miring ke kanan.
j.          Implementasikan pengobatan unutk syok dan peritonitis.
k.         Hiperalimentasi untuk mengoreksi defisiensi protein karena obstruksi kronik, ileus paralitik atau infeksi.
l.          Reseksi usus dengan anastomosis dari ujung ke ujung.
m.       Ostomi barrel-ganda jika anastomosis dari ujung ke ujung terlalu beresiko.
n.         Kolostomi lingkaran untuk mengalihkan aliran feses dan mendekompresi usus dengan reseksi usus yang dilakukan sebagai prosedur kedua.



Komplikasi :

1.         Peritonitis septicemia
Inflamasi rongga peritoneal dapat berupa primer atau sekunder, akut atau kronis dan diakibatkan oleh kontaminasi kapasitas peritoneal oleg bakteri atau kimia. Peritonitis primer tidak berhubungan dengan gangguan usus dasar (contoh sirosis dengan asites, sistem urinarius). Sumber inflamasi dari gangguan GI, ovarium/uterus. Cesera traumatik atau kontaminasi bedah. Interfensi bedah kuratif pada lokasi peritonotis contoh apendicitis, plikasi ulkus, dan reseksi usus. Bila peritonitis menyebar, perlu penatalaksanaan medik sebelum atau pada tindakan bedah.

2.         Syok hipofolemia
Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dimana terjadi kehilangan cairan dengan cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ, disebabkan oleh volume sirkulasi yang tidak adekuat dan berakibat pada perfusi yang tidak adekuat. Paling sering, syok hipovolemik merupakan akibat kehilangan darah yang cepat (syok hemoragik).
Kehilangan darah dari luar yang akut akibat trauma tembus dan perdarahan gastrointestinal yang berat merupakan dua penyebab yang paling sering pada syok hemoragik. Syok hemoragik juga dapat merupakan akibat dari kehilangan darah yang akut secara signifikan dalam rongga dada dan rongga abdomen





7.  Asuhan Keperawatan
a.     Pengkajian
1.  Umum :
Anoreksia dan malaise, demam, takikardia, diaforesis, pucat, kekakuan abdomen, kegagalan untuk mengeluarkan feses atau flatus secara rektal, peningkatan bising usus (awal obstruksi), penurunan bising usus (lanjut), retensi perkemihan dan leukositosis.

2. Khusus:
·           Usus halus Berat, nyeri abdomen seperti kram, peningkatan distensi
·           Distensi ringan Mual
·           Muntah : pada awal mengandung makanan tak dicerna dan kim; selanjutnya muntah air dan mengandung empedu, hitam dan fekal
·           Dehidrasi Usus besar
·           Ketidaknyamana abdominal ringan.
·           Distensi berat.
·           Muntah fekal laten.
·           Dehidrasi laten : asidosis jarang.
Riwayat kesehatan diambil untuk mengidentifikasi awitan, durasi, dan karakteristik nyeri abdomen (nyeri bersifat hilang timbul)

a. Obstruksi usus halus
Adanya muntah yang mulanya mengandung empedu dan mukus dan tetap demikian bila obstruksinya tinggi. Pada obstruksi ileum, muntahan menjadi fekulen yaitu muntahan berwarna jingga dan berbau busuk. Konstipasi dan kegagalan mengeluarkan gas dalam rectum merupakan gejala yang sering ditemukan bila obstruksinya komplit. Diare kadang terdapat pada obstruksi parsial. Pengkajian pola eliminasi usus mencakup karakter dan frekuensinya. Pasien dapat melaporkan gangguan pola tidur bila nyeri dan diare terjadi pada malam hari.

b. Obstruksi usus besar
Nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama dengan obstruksi pada usus halus tetapi intensitasnya jauh lebih rendah. Muntah muncul terakhir terutama bila katup ileosekal kompeten. Pada pasien dengan obstruksi disigmoid dan rectum, konstipasi dapat menjadi gejala satu-satunya selama beberapa hari. Akhirnya abdomen menjadi sangat distensi, loop dari usus besar menjadi dapat dilihat dari luar melalui dinding abdomen, dan pasien menderita kram akibat nyeri abdomen bawah.
Pengkajian objektif mencakup auskultasi abdomen terhadap bising usus dan karakteristiknya ; palpasi abdomen terhadap distensi, nyeri tekan. Adanya temuan peningkatan suhu tubuh mengindikasikan telah ada kontaminasi peritonium dengan isi usus yang telah terinfeksi.

b.                                                      Diagnosa Keperawatan
·           Masalah yang timbul

a. Nyeri
b. Kurang volume cairan dan elektrolit
c. Konstipasi
d. Nutrisi kurang dari kebutuhan
e. Gangguan pola tidur


f. Hipertermi
g. Cemas
h. Kurang pengetahuan



§   Diagnosa
1.         Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual, muntah, demam dan atau diforesis.
2.         Nyeri berhubungan dengan distensi, kekakuan.
3.         Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen dan atau kekakuan.
4.         Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status kesehatan.

c.         Intervensi
1.         Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual, muntah, demam dan atau diforesis.
Tujuan:kebutuhancairanterpenuhi
Kriteria hasil :
a. Tanda vital normal
b. Masukan dan haluaran seimbang
        Intervensi:
a.         Pantau tanda vital dan observasi tingkat kesadaran dan gejala syok
b.         Pantau cairan parentral dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin
c.         Pantau selang nasointestinal dan alat penghisap rendah dan intermitten. Ukur haluaran drainase setiap 8 jam, observasi isi terhadap warna dan konsistensi
d.         Posisikan pasien pada miring kanan; kemudian miring kiri untuk memudahkan pasasse ke dalam usus; jangan memplester selang ke hidung sampai selang pada posisi yang benar
e.         Pantau selang terhadap masuknya cairan setiap jam
f.          Kateter uretral indwelling dapat dipasang; laporkan haluaran kurang dari 50 ml/jam
g.         Ukur lingkar abdomen setiap 4 jam
h.         Pantau elektrolit, Hb dan Ht
i.          Siapkan untuk pembedahan sesuai indikasi
j.          Bila pembedahan tidak dilakukan, kolaborasikan pemberian cairan per oral juga dengan mengklem selang usus selama 1 jam dan memberikanjumlah air yang telah diukur atau memberikan cairan setelah selang usus diangkat.
k.         Buka selang, bila dipasang, pada waktu khusus seusai pesanan, untuk memperkirakan jumlah absorpsi.
l.          Observasi abdomen terhadap ketidaknyamanan, distensi, nyeri atau kekauan.
m.       Auskultasi bising usus, 1 jam setelah makan; laporkan tak adanya bising usus
n.         Cairan sebanyak 2500 ml/hari kecuali dikontraindikasikan.
o.         Ukur masukan dan haluaran sampai adekuat
p.         Observasi feses pertama terhadap warna, konsistensi dan jumlah; hindari konstipasi

2.     Nyeri berhubungan dengan distensi, kekakuan
Tujuan : rasa nyeri teratasi atau terkontrol
Kriteria hasil : pasien  mengungkapkan  penurunan  ketidaknyamanan; menyatakan nyeri    pada tingkat dapat ditoleransi, menunjukkan relaks.
Intervensi:
b.         Pertahankan tirah baring pada posisi yang nyaman; jangan menyangga lutut.
c.         Kaji lokasi, berat dan tipe nyeri
d.         Kaji keefektifan dan pantau terhadap efek  samping anlgesik;  hindari morfin.
e.         Berikan periode istirahat terencana.
f.           Kaji dan anjurkan melakukan lathan rentang gerak aktif atau pasif setiap 4 jam.
g.         Ubah posisi dengan sering dan berikan gosokan punggung dan perawatan kulit.
h.         Auskultasi bising usus; perhatikan peningkatan kekauan atau nyeri; berikan enema perlahan bila dipesankan.
i.          Berikan dan anjurkan tindakan alternatif penghilang nyeri.

3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen dan atau kekakuan.
Tujuan : pola nafas menjadi efektif.
Kriteria hasil : pasien menunjukkan kemampuan melakukan latihan pernafasan, pernafasan yang dalam dan perlahan.
Intervensi :
a.         Kaji status pernafasan; observasi terhadap menelan, “pernafasan  cepat”
b.         Tinggikan kepala tempat tidur 40-60 derajat.
c.         Pantau terapi oksigen atau spirometer insentif.
d.         Kaji dan ajarkan pasien untuk membalik dan batuk setiap 4 jam dan napas dalam setiap jam.
e.         Auskultasi dada terhadap bunyi nafas setiap 4 jam.

4.    Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status kesehatan.
Tujuan : ansietas teratasi
Kriteria hasil : pasien mengungkapkan pemahaman tentang penyakit saat ini dan mendemonstrasikan keterampilan kooping positif dalam menghadapi ansietas.
Intervensi:
a.         Kaji perilaku koping baru dan anjurkan penggunaan ketrampilan yang berhasil pada waktu lalu.
b.         Dorong dan sediakan waktu untuk mengungkapkan ansietas dan rasa takut; berikan penenangan.
c.         Jelaskan prosedur dan tindakan dan beri penguatan penjelasan mengenai penyakit, tindakan dan prognosis.
d.         Pertahankan lingkungan yang tenang dan tanpa stres.
e.         Dorong dukungan keluarga dan orang terdekat.

d.         Evaluasi
Hasil yang diharapkan :
a. Sedikit mengalami nyeri
b. Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
c. Memperoleh pemahaman dan pengetahuan tentang proses penyakitnya
d. Mendapatkan nutrisi yang optimal
e. Tidak mengalami komplikasi

BAB III
PENUTUP

A.              Kesimpulan 
Obstruksi usus besar adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus intestinal. Obstrusi usus besar juga terjadi bila sumbatan mencegah aliran normal dari isi usus melaui saluran usus. Aliran ini dapat terjadi karena dua tipe proses :
1.         Mekanis
Terjadi obstruksi intramural atau obstruksi mural dari tekanan dinding usus. Contoh kondisi ini dapat menyebabkan obstruksi mekanis adalah intususpensi, tumor poliploid dan neoplasma, stenosis, striktur, perlengketan hernia dan abses.
2.         Fungsional
Muskulatur usus tidak mampu mendorong isi sepanjang usus. Contohnya adalah amiloidoisis, distrofi otot, gangguan endokrin seperti diabetes militus, atau penyakit gangguan neurologis seperti parkinson. Ini dapat juga bersifat sementara sebagai akibat dari penanganan usus selama pembedahan.
B.              Saran
Penulis berharap mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya serta buku ini dapat menjadi referensi untuk pembuatan makalah selanjutnya.



Daftar Pustaka
-                  brunner dan suddarth. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol 2 :EGC (hal 1121-1122)
-                  geissler, Alice C. 2005, cetakan 5.Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta
-                  Pearce, Evelyn C. Anatomi dan fisiologi Untuk Para Medis, PT Gramedia: Jakarta.