Pages

Selasa, 18 Oktober 2011

akskep klien dengan ISPA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
         Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Atas merupakan penyakit infeksi yang banyak diderita oleh anak-anak, baik dinegara berkembang maupun di negara maju dan sudah banyak pula anak-anak yang masuk rumah sakit karena penyakitnya cukup gawat. Berdasarkan data yang diperoleh,sekitar 40%-60% dari kunjungan Puskesmas  adalah anak-anak yang menderita penyakit ISPA,dan dari keseluruhan kematian diakibatkan oleh ISPA mencakup 20%-30%. Kematian yang terbesar pada umumnya adalah karena Pneumonia dan pada bayi berumur kurang dari 2 bulan. Begitu juga pada orang dewasa, penyakit ISPA ini mengakibatkan orang tidak dapat masuk kerja. Biasanya, penyebab infeksi adalah virus. Walaupun, tidak jarang bakteri juga sebagai penyebabnya.
         Dikalangan masyarakat biasa, penyakit ini disebut Salesma atau Common Cold,dan disebut juga influenza jika penyakitnya ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium. Namun, jika belum dilakukan pemeriksaan laboratorium, penyakit ini disebut Influenza-like illness. Influenza yang secara klinis sering dibahas diberbagai disiplin ilmu seperti Medicine dan Respiratory Medicine,sering pula menjadi bahan pembicaraan pada media umum. Influenza tidak jarang timbul sebagai epidemi bahkan pandemi. 
         Diperkirakan oleh para ahli peristiwa yang terjadi pada tahun 430-437 SM yang dikenal sebagai The Great Plaque of Athens, dan The English Sweat pada tahun 1485 dan tahun 1551 adalah suatu epidemi influenza. Epidemi influenza tercatat sebagai epidemic influenza adalah Spanish Influenza ( 1918). Pandemic influenza asia ( 1957) dan influenza burung di tahun 1990-an dan pada tahun  2000. Nomenlaktur influenza dilaksanakn dengan cara :
·     Menentukan jenis virusnya (tipe A atau tipe B).
·     Lokasi isolasi untuk pertama kali ( Beijing,Hongkong ).
·     Urutan pengisolasiannya menurut WHO, dan tahun pengisolasiannya
Virus influenza tipe virus A yang di isolasikan di Beijing pada tahun 1992 diberi nama : A/Beijing/32/92. Reservoir virus influenza tipe A adalah hewan mamalia adalah burung, terapi kadang-kadang menjangkiti manusia. Virus influenza tipe B dan tipe C menimbulkan gejala yang lebih ringan dibandungkan gejala yang di timbulkan oleh tipe A.  ISPA merupakan suatu keadaan dimana kuma penyakit berhasil menyerang alat-alat tubuh yang dipergunakan untuk bernapas yaitu mulai dari hidung,hulu kerongkongan,tenggorokan,batang tenggorokan,sampai ke paru-paru,dan berlangsung tidak lebih dari 14 hari (DepKes. RI.1985:1)

1.2  Tujuan
2       Tujuan Umum
Yaitu, agar Mahasiswa/i memahami tentang “ Infeksi Saluran Pernapasan Atas
3       Tujuan Khusus
Yaitu, agar Mahasiswa/i mengetahui dan memahami tentang :
1.  Definisi Infeksi Saluran Pernapasan Atas
2.  Anatomi Fisiologi Infeksi Saluran Pernapasan Atas
3.  Etiologi
4. Tanda dan Gejala
5.  Patofisiologi
6.  Penatalaksanaan Medis
7. Pengobatan       
8.  Asuhan Keperawatan.

1.3  Metode Penulisan
Metode yang penulis gunakan dalam penyusunan makalah ilmiah ini adalah metode narasi yang dilakukan dengan cara : Studi kepustakaan, yaitu dengan mempelajari buku sumber catatatan kuliah dan makalah yang berhubungan dengan judul makalah ilmiah yang dibahas.

1.4  Ruang Lingkup
Dalam penyusunan makalah ini, penulis membatasi topik pada materi Infeksi Saluran Pernapasan Atas, pembahasan mengenai :
a.    Definisi Infeksi Saluran Pernapasan Atas
b.   Anatomi Fisiologi Infeksi Saluran Pernapasan Atas
c.    Etiologi
d.   Tanda dan Gejala
e.    Patofisiologi
f.    Penatalaksanaan Medis
h.   Pengobatan
i.     Asuhan Keperawatan

1.5  Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ilmiah tentang materi Infeksi Saluran Pernapasan Atas ini terdiri dari 3 BAB, masing-masing BAB terdiri dari sub-sub bahasan yaitu :
1.   BAB I Pendahuan
Terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, ruang lingkup penulisan dan sistematika penulisan.
2.   BAB II Pembahasan
Terdiri dari definisi, anatomi fisiologi, etiologi, tanda dan gejala, patofisiologi, penatalaksanaan medis, pengobatan, asuhan keperawatan.
3.   BAB III Penutup
Terdiri dari kesimpulan, saran dan daftar pustaka.









BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1      Definisi ISPA (Infeksi Saluran Peranfasan Atas)
Menurut DepKes RI (1998) istilah ISPA mengandung 3 unsur yaitu infeksi, saluran pernapasan dan akut. Pengertian atau batasan-batasan masing-masing unsure adalah sebagai berikut :
a)   Yang dimaksud dengan infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
b)   Yang dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ yang mulai dari hidung sehingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah, dan pleura. Dengan demikian ISPA secara anatomis mencakup saluran pernapasan bagian atas, saluran pernapasan bagian bawah (termasuk jaringa-jaringan paru) dan organ adneksa saluran pernapasan. Dengan batasan ini,maka jaringan paru termasuk dalam saluran pernapasan.
c)   Yang dimaksud dengan infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari (DepKes RI 1998:3 dan 4). Saluran pernapasan pada manusia adalah alat-alat tubuh yang dipergunakan untuk bernapas yaitu mulai dari hidung, hulu kerongkongan, tenggorokan, batang tenggorokan sampai ke paru-paru. Penyakit akut artinya penyakit yang berlangsung tidak lebih dari 14 hari (DepKes RI 1985 : 1).  Dari beberapa pengertian mengenai ISPA diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ISPA merupakan suatu keadaan dimana kuman penyakit berhasil menyerang alat-alat tubuh yang di gunakan untuk bernapas yaitu mulai dari hidung, hulu kerongkongan, tenggorokan, batang tenggorokan sampai ke paru-paru,dan berlangsung tidak lebih dari 14 hari.

2.2  Anatomi Fisologi Sistem Pernafasan
2.2.1 Saluran Nafas Atas
1. Hidung
a. Terdiri atas bagian eksternal dan internal
b.Bagian eksternal menonjol dari wajah dan disangga oleh tulang hidung dan kartilago
c. Bagian internal hidung adalah rongga berlorong yang dipisahkan menjadi rongga hidung kanan dan kiri oleh pembagi vertikal yang sempit, yang disebut septum
d. Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak mengandung vaskular yang disebut mukosa hidung
e. Permukaan mukosa hidung dilapisi oleh sel-sel goblet yang mensekresi lendir secara terus menerus dan bergerak ke belakang ke nasofaring oleh gerakan silia
f. Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan dari paru-paru
g. Hidung juga berfungsi sebagai penyaring kotoran dan melembabkan serta menghangatkan udara yang dihirup ke dalam paru-paru
h.   Hidung juga bertanggung jawab terhadap olfaktori (penghidu) karena reseptor olfaktori terletak dalam mukosa hidung, dan fungsi ini berkurang sejalan dengan pertambahan usia


2. Faring
a. Faring atau tenggorok merupakan struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung dan rongga mulut ke laring
b. Faring dibagi menjadi tiga region : nasal (nasofaring), oral (orofaring), dan laring (laringofaring)
c. Fungsi faring adalah untuk menyediakan saluran pada traktus respiratorius dan digestif
3. Laring
a.    Laring atau organ suara merupakan struktur epitel kartilago yang
menghubungkan faring dan trakea
b.   Laring sering disebut sebagai kotak suara dan terdiri atas :
·       Epiglotis : daun katup kartilago yang menutupi ostium ke arah laring selama menelan
·       Glotis : ostium antara pita suara dalam laring
·       Kartilago tiroid : kartilago terbesar pada trakea, sebagian dari kartilago ini membentuk jakun (Adam’s apple)
·       Kartilago krikoid : satu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam laring (terletak di bawah kartilago tiroid)
·       Kartilago aritenoid : digunakan dalam gerakan pita suara dengan kartilago tiroid
·       Pita suara : ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang menghasilkan bunyi suara (pita suara melekat pada lumen laring)
·       Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi
·       Laring juga berfungsi melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi benda asing
4.   Trakea
·       Disebut juga batang tenggorok
·       Ujung trakea bercabang menjadi dua bronkus yang disebut karina

gambar anatomi sistem pernafasan

2.2.2 Saluran Nafas Bawah
1. Bronkus
Terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri disebut bronkus lobaris kanan (3 lobus) dan bronkus lobaris kiri (2 bronkus). Bronkus lobaris kanan terbagi menjadi 10 bronkus segmental dan bronkus lobaris kiri terbagi menjadi 9 bronkus segmental. Bronkus segmentalis ini kemudian terbagi lagi menjadi bronkus subsegmental yang dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki : arteri, limfatik dan saraf.
2. Bronkiolus
Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus. Bronkiolus mengadung kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan napas.
3. Bronkiolus Terminalis
Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis (yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia)
4.Bronkiolus respiratori
Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori. Bronkiolus respiratori dianggap sebagai saluran transisional antara jalan napas konduksi dan
jalan udara pertukaran gas. Duktus alveolar dan Sakus alveolar. Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus alveolar dan kemudian menjadi alveoli. Alveoli merupakan tempat pertukaran O2 dan CO2. Terdapat sekitar 300 juta yang jika bersatu membentuk satu lembar akan seluas 70 m2
a. Terdiri atas 3 tipe :
·       Sel-sel alveolar tipe I : adalah sel epitel yang membentuk dinding alveoli
·       Sel-sel alveolar tipe II : adalah sel yang aktif secara metabolik dan mensekresi surfaktan (suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps)
·       Sel-sel alveolar tipe III : adalah makrofag yang merupakan sel-sel fagotosis dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan
5.   Paru
Merupakan organ yang elastis berbentuk kerucut terletak dalam rongga dada atau toraks. Kedua paru dipisahkan oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa pembuluh darah besar. Setiap paru mempunyai apeks dan basis. Paru kanan lebih besar dan terbagi menjadi 3 lobus oleh fisura interlobaris. Paru kiri lebih kecil dan terbagi menjadi 2 lobus. Lobos-lobus tersebut terbagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai dengan segmen bronkusnya.
6.   Pleura
Merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan elastis
a. Terbagi mejadi 2 :
·       Pleura parietalis yaitu yang melapisi rongga dada
·       Pleura viseralis yaitu yang menyelubingi setiap paru-paru
Diantara pleura terdapat rongga pleura yang berisi cairan tipis pleura yang berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan itu bergerak selama pernapasan, juga untuk mencegah pemisahan toraks dengan paru-paru. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfir, hal ini untuk mencegah kolap paru-paru.

2.3 Etiologi
Etiologi ISPA  terdiri lebih dari 300 jenis penyakit bakteri,virus, dan riketsia. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenvirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus dan lain-lain (DepKes RI 1998 : 5). Penyebab ISPA  meliputi virus, bakteri dan jamur. Kebanyakan ISPA desebabkan oleh virus. Diagnosis yang termasuk dalam keadaan ini adalah rhinitis, sinusitis, faringitis, tosilitis dan laryngitis. Terapi yang diberikan penyakit ini biasanya pemberian antibiotic, walaupun kebanyakan ISPA disebabkan oleh virus yang dapat sembuh dengan sendirinya tanpa pemberian obat-obatan terapeutik. Pemberian antibiotic dapat mempercepat penyembuhan penyakit ini dibandingkan hanya pemberian obat-obatan symptomatic, selain itu dengan pemberian antibiotic dapat mencegah terjadinya infeksi lanjutan dari bacterial. Pemberian antibiotic ini harus diperhatikan dengan baik agar tidak terjadi resistensi kuman/bacterial di kemudian hari. Namun,pada penyakit ISPA yang sudah berkelanjutan dengan gejala dahak dan ingus yang sudah berwarna hijau,pemberian antibiotic merupakan keharusan karena dengan gejala tersebut membuktikan sudah ada bakteri yang terlibat.
           
2.3  Tanda dan Gejala
penyakit infeksi saluran pernapasan bagian atas dapat memberikan gejala klinik yang beragam antara lain : 
0.   Gejala poriza (coryza syndrome) yaitu pengeluaran cairan (dischange) nasal yang berlebihan bersin. Obstruksi nasal, mata berair konjungtivitis ringan. Sakit tenggorokan (sore throat) rasa kering pada bagian posterior palantom mole dan uvula, sakit kepala, malaise, nyeri otot, lesu serta rasa kedinginan (chilliness), demam jarang sekali terjadi.
1.   Gejala faringeal, yaitu sakit tenggorokan yang ringan sampai berat. Peradangan pada faring, tonsil dan pembesaran kelenjar adenoid yang dapat menyebabkan obstruksi nasal,batuk sering terjadi, tetapi gejala coryza jarang. Gejala umum seperti rasa kedinginan, malaise, rasa sakit diseluruh badan, sakit kepala, demam ringan, parau (hoar senses).
2.   Gejala faringokonjungtival yang merupakan varial dari gejala faringeal. Gejala faringeal sering disusul oleh konjungtifis yang disertai foto fobia dan sring pula disertai rasa sakit pada bola mata. Kadang-kadang konjungtifis ini timbul terlebih dahulu dan hilang setelah seminggu sampai 2 minggu dan setelah gejala yang lain hilang,sering terjadi epidemic.
3.   Gejala influenza yang dapat merupakan kondisi sakit yang berat. Demam, menggigil, lesu, sakit kepala nyeri otot menyeluruh, malaise dan anoreksia yang timbul tiba-tiba, batuk, sakit tenggorokan dan nyeri retrosternal. Keadaan ini dapat menjadi berat. Dapat terjadi pandemic yang hebat dan ditumpangi oleh infeksi bacterial.
4.   Gejala herpangina  yang sering menyerang anak-anak yaitu sakit beberapa hari yang disebabkan oleh virus coxsackie A. sering menimbulkan vasikel faringeal, oral dan gingival yang berubah menjadi ulkus. 
5.   Gejala obstruksi laringotrakeobronkitis akut (croup), yaitu suatu kondisi serius yang mengenai anak-anak ditandai batuk, dispnea, stidor inspirasi yang sring disertai sianosis.

2.5 Patofisiologi
Terajdinya infeksi antar bakteri dan flora normal disaluran napas. Infeksi oleh bakteri, virus,dan jamur dapat merubah pila kolonisasi bakteri. Timbul mekanisme pertahanan pada jalan napas seperti filtrasi udara inspirasi di ringga hidung,refleksi batuk, refleksi epiglotis, pembersihan mukosilier dan pagositosis karena menurunnya daya tahan tubuh penderita maka bakteri pathogen dapat melewati mekanisme system pertahanan tersebut akibatnya terjadi invasi didaerah-daerah saluran pernapasan atas maupun saluran pernapasan bawah.


2.6   Penatalaksanaan Medis
2.6.1 Imunisasi                                                                 
Program nasional untuk menggalangi bahaya influenza pada beberapa negara maju mnekankan bahwa golongan yang perlu mendapat imunisasi adalah semua penduduk yang berumur 65 tahun keatas : penderita penyakit pernapasan kronis, penderita penyakit jantung, penderita penyakit ginjal dan pada penderita Diabetes Melitus : orang yang menurun kekebalan tubuhnya, orang yang tinggal didalam komunitas tertutup dalam waktu yang lama (asrama,barak).

2.6.2 Pemeriksaan Diagnostik
Pengkajian terutama pada jalan nafas: Fokus utama pada pengkajian pernafasan ini adalah pola, kedalaman, usaha serta irama dari pernafasan.
1. Pola, cepat (tachynea) atau normal.
2. Kedalaman, nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya dapat kita amati melalui pergerakan rongga dada dan pergerakan abdomen.
3. Usaha, kontinyu, terputus-putus, atau tiba-tiba berhenti disertai dengan adanya bersin.
4. Irama pernafasan, bervariasi tergantung pada pola dan kedalaman pernafasan.
5. Observasi lainya adalah terjadinya infeksi yang biasanya ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, adanya batuk, suara nafas wheezing. Bisa juga didapati adanya cyanosis, nyeri pada rongga dada dan peningkatan produksi dari sputum
.

2.6.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah :
1.   Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman,
2. Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya thrombositopenia, dan
3. Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan

2.7  Pengobatan
Penyakit infeksi saluran pernapasan bagian atas yang dsebabkan oleh virus tidak memerlukan terapi specific, hanya infeksi sekunder oleh bakteri yang mempengaruhinya yang memerlukan antibiotic. URTI biasanya berupa penyakit ringan yang dapat sembuh sendiri. penyebabnya biasanya rhinovirus, coronavirus dan virus influenza. Banyak yang memberikan pengobatan antibiotic pada URTI dengan dasar hanya untuk menyenangkan pasien dan berdasarkan pembenaran bahwa antibiotic dapat mencegah komplikasi. Pemberian antibiotic pada situasi seperti ini menyebabkan banyak mikroorganisme resistensi terhadap antibiotic.
Salesma atau Common cold sering dianggap sebagai masalah yang tidak berar ti, namun jika dipandang dari sudut pandang ekonomi kesehatan,penyakit ini merupakan masalah yang meenghabiskan dana. URTI merupakan penyakit yang menyebabkan absertecisme, baik dipekerjaan maupun di sekolah.
Dalam menegakan diagnosis URTI sering terjadi tumpang tindih antara gejala rhinitis dan URTI atau antara URTI dan bronchitis akut. Untuk membedakan bronchitis dan URTI akut,ada pendapat bahwa jika dengan pemberian adbuterol batuk menjadi berkurang, diagnosis cenderung kearah bronchitis akut. Pada dasarnya, infeksi virus pada system pernapasan hanya menyebabkan gejala yang ringan. Namun,pada penderita yang mempunyai penyakit pernapasan yang lain (asma,bronchitis kronik / CPOD).  Infeksi  virus dapat menyebabkan gejala yang berat,tidak jarang penyakit influenza yang sering disebut salesma memberat menjadi pneumonia influenza.

2.7.1       Pengobatan dengan antifirus :
Obat-obatan yang tersedia adalah amantadine dan rimantadine serta inhibitor neuraminidase. Amantadine dan rimantadine aktif melawan influenza tipe A dan tidak digunakan untuk influenza tipe B. obat ini diberikan dalam 48 jam setelah onset penyakit. Pemberian secara oral mempunyai efek samping berupa mual dan muntah. Obat yang tersedia dari golongan amantadine adalah flumadine. Inhibitor neuraminidase ditujukan untuk melawan influenza tipe A dan juga influenza tipe B. ada dua golongan yaitu zonamivir (relenza) dan oseltamivi (tamiflu). Zonamivir diberikan secara per inhalasi sebelum gejala berlangsung selama 30 jam. Sedangkan,oseltamivir diberikan per oral sebelum gejala mencapai 36 jam.

2.8  Asuhan Keperawatan
2.8.1       Pengkajian
1.     Aktifitas dan istirahat
a.      Gejala : kelelahan, kelemahan.
b.     Tanda : takikardia, penurunan TD, dispnea dengan aktifitas.
2.     Sirkulasi
a.      Gejala : riwayat demmam rematik, penyakit jantung kongenial, CA paru, kanker payudara.
b.     Tanda : takikardi, disritmia, edema, murmur aortik, mitral, stenosis/insufisiensi trikupid; perubahan dalam murmur yang mendahului. Disfungsi otot papilar.


3.     Eliminasi
a.      Gejala : riwayat penyakit ginjal, penurunan frekuensi jumlah urine.
b.     Tanda : urine  pekat gelap.

4.     Nyeri/ketidaknyamanan.
a.      Gejala : nyeri pada dada (sedang sampai berat), diperberat oleh inspirasi, gerakan menelan, berbaring : hilang dengan duduk, bersandar kedepan (perikarditis). Nyeri dada/punggung/sendi (endokarditis).
b.     Tanda : gelisah.

5.     Pernapasan
a.      Gejala : nafas pendek: nafas pendek kronis memburuk pada malam hari (miokarditis)
b.     Tanda : dispnea,  dispnea noktural, batuk, inspirasi mengi, takipnea, krekels, ronki, pernapasan dangkal.

6.     Keamanan
a.      Gejala : riwayat infeksi virus, bakteri, jamur (miokarditis: trauma dada: penyakit keganasan/iradiasi torakal.
b.     Tanda : demam


2.8.2       Diagnosa keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi
2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
3. Nyeri akut b.d inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil
4. Pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru.

2.8.3       Intervensi
1.    Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi
Tujuan  : suhu tubuh normal berkisar antara 36 – 37,5 °C
Intervensi:
a.       Observasi tanda-tanda vital
b.      Anjurkan klien/keluarga untuk kompres pada kepala/aksila
c.       Anjurkan klien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan dapat menyerap keringat seperti pakaian dari bahan katun.
d.      Atur sirkulasi udara
e.      Anjurkan klien untuk minum banyak ± 2000 – 2500 ml/hari
f.        Anjurkan klien istirahat di tempat tidur selama fase febris penyakit.
g.       Kolaborasi dengan dokter:
·       Dalam pemberian terapi, obat antimikrobial
·       Antipiretika
Rasionalisasi:
a.       Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan perkembangan perawatan selanjutnya
b.      Dengan memberikan kompres, maka akan terjadi proses konduksi/perpindahan panas dengan bahan perantara.
c.       Proses hilanganya panas akan terhalangi untuk pakaian yang tebal dan tidak akan menyerap keringat.
d.      Penyediaan udara bersih
e.      Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat
f.        Tirah baring untuk mengurangi metabolisme dan panas
g.       Untuk mengontrol infeksi pernafasan dan menurunkan panas

2.   Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
Tujuan:
a.    Klien dapat mencapai BB yang direncanakan mengarah pada BB normal
b.   Klien dapat menoleransi diet yang dianjurkan
c.    Tidak menunjukkan tanda malnutrisi
Intervensi:
a.  Kaji kebiasaan diet, input-output dan timbang BB setiap hari.
b.  Berikan makan porsi kecil tapi sering dan dalam keadaan hangat.
c.  Tingkatkan tirah baring
d.  Kolaborasi: konsultasi ke ahli gizi untuk memberikan diet sesuai kebutuhan klien.

Rasionalisasi:
a. Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan BB dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.
b. Untuk menjamin nutrisi adekuat/meningkatkan kalori total
c.  Nafsu makan dapat dirangsang pada situasi rileks, bersih, dan menyenangkan.
d. Untuk mengurangi kebutuhan metabolik
e.  Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi atau kebutuhan individu untuk memberikan nutrisi maksimal.

3.   Nyeri akut b.d inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil
Tujuan: nyeri berkurang/terkontrol
Intervensi:
a. Teliti keluhan nyeri, catat intensitasnya (dengan skala 0 – 10 ), faktor yang memperburuk atau meredakan nyeri, lokasi, lama, dan karakteristiknya.
b. Anjurkan klien untuk menghindari alergen/iritan terhadap debu, bahan kimia, asap rokkok, dan mengistirahatkan/meminimalkan bicara bila suara serak.
c.  Anjurkan untuk melakukan kumur air hangat
d.  Kolaborasi: berikan obat sesuai indikasi (steroid oral, IV, dan inhalasi, & analgesik)


Rasionalisasi:
a.  Identifikasi karakteristik nyeri dan faktor yang berhubungan merupakan suatu hal yang amat penting untuk memilih intervensi yang cocok dan untuk mengevaluasi keefektifan dari terapi yang diberikan.
b. Mengurangi bertambahberatnya penyakit
c. Peningkatan sirkulasi pada daerah tenggorokan serta mengurangi nyeri tenggorokan.
d. Kortikosteroid digunakan untuk mencegah reaksi alergi/menghambat pengeluaran histamin dalam inflamasi pernafasan. Analgesik untuk mengurangi nyeri.

4.  Risiko tinggi penularan infeksi b.d tidak kuatnya pertahanan sekunder (adanya infeksi penekanan imun)
Tujuan: tidak terjadi penularan, tidak terjadi komplikasi
Intervensi:
a. Batasi pengunjung sesuai indikasi
b. Jaga keseimbangan antara istirahat dan aktivitas
c. Tutup mulut dan hidung jika hendak bersin
d. Tingkatkan daya tahan tubuh, terutama anak dibawah usia 2 tahun, lansia, dan penderita penyakit kronis. Konsumsi vitamin C, A dan mineral seng atau anti oksidan jika kondisi tubuh menurun/asupan makanan berkurang.
e. Kolaborasi pemberian obat sesuai hasil kultur
Rasionalisasi:
a. Menurunkan potensi terpajan pada penyakit infeksius
b. Menurunkan konsumsi/kebutuhan keseimbangan O dan memperbaiki pertahanan klien terhadap infeksi, meningkatkan penyembuhan.
c. Mencegah penyebaran patogen melalui cairan
d. Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap infeksi.
e. Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kultur dan sensitifitas atau diberikan secara profilaktik karena risiko tinggi.





BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan 
Efusi perikardial maligna (malignant pericardial effusion) adalah penimbunan cairan dalam vakum perikardial sebagai akibat dari proses keganasan ( Apabila jumlah cairan ini semakin banyak sehingga mengganggu pengisian diastolik jantung dan menimbulkan gangguan hemodinamik maka disebut sebagai temponade jantung.

3.2  Saran
Penulis berharap mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya serta buku ini dapat menjadi referensi untuk pembuatan makalah selanjutnya.












Daftar Pustaka
-        Buku Ajar Bedah, Jonatan GS Wari,1995. Jakarta : penerbit Buku Kedokteran EGC
-        Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemuka, Ethel Sloane,1995. Jakarta : penerbit Buku Kedokteran EGC.
-        Gawat Darurat Dibidang Penyakit Dalam, Prof. Dr. dr. I. Made Bakta, SpPD (KHOM). 1999.  Jakarta : penerbit Buku Kedokteran EGC.
-        Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan, Arif Muttaqin,2009. Jakarta : penerbit Salemba Medika.
-        Rencana Asuhan Keperawatan, Marilynn E.Doengoes, et al, 1999. Jakarta : EGC.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

artikel yang sangat menarik dan bermanfaat, makasih banyak...

http://www.tokoobatku.com/obat-herbal-penyakit-sinusitis/

Posting Komentar